Search

Geothermal: Dampak Ekonomi dan Lingkungan CELIOSx WALHI

Press Release 

 

Peluncuran Kajian CELIOS x WALHI

DAMPAK GEOTHERMAL BAGI EKONOMI DAN LINGKUNGAN

Jakarta, 5 Maret 2024

 

“Rencana Transisi Energi Perlu Kaji Ulang Dampak Geothermal terhadap Ekonomi dan Lingkungan”

 

Jakarta – Dalam skema teknologi pembangkit listrik rendah emisi, penggunaan panas bumi atau geothermal saat ini sedang banyak disorot. Dalam rencana investasi JETP (Comprehensives Investment and Policy Plan – CIPP) Indonesia, geothermal menduduki posisi nomor satu teknologi pembangkit yang diproyeksikan akan menjadi jawaban dari transisi energi di negara ini. Tidak kurang dari US$22,5 miliar dialokasikan demi pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Indonesia. Bahkan sejak tahun 2017, Pulau Flores ditetapkan sebagai Pulau Panas Bumi oleh Pemerintah RI.

Namun di balik itu, pengembangan panas bumi sebagai sumber listrik baru dibayar dengan harga mahal. Proses transisi energi yang seharusnya bersamaan dengan aspek keadilan dan keberlanjutan, pada kenyataannya harus dibayar dengan harga tinggi, yakni kesejahteraan dan keselamatan warga di sekitar proyek. Pada Februari 2024 silam, tidak kurang dari 101 warga Mandailing Natal dilaporkan keracunan gas yang berasal dari PLTP Sorik Marapi. Tiga tahun sebelumnya, di lokasi dan PLTP yang sama lima orang bahkan menjadi korban jiwa. Sementara itu, dari segi lingkungan, ratusan petani di Dieng terganggu mata pencahariannya dikarenakan uap panas dan mata air mereka yang tercemar karena aktivitas PLTP.

Berdasar fakta di atas, CELIOS (Center of Economic and Law Studies) bersama dengan Walhi Nasional, meluncurkan kajian atas dampak PLTP pada 5 Maret 2024 di Jakarta. Diskusi ini dihadiri oleh perwakilan warga yang terdampak proyek PLTP dan perwakilan Kementerian ESDM. 

Hasil modelling ekonomi yang dilakukan CELIOS dengan metode IRIO (Inter Regional Input-Output) memproyeksikan keberadaan PLTP di tiga lokasi di Nusa Tenggara Timur (NTT), yakni Wae Sano, Sakoria, dan Ulumbu berisiko menurunkan pendapatan petani sebesar Rp470 miliar pada tahap pembangunan. Sementara kerugian terhadap output ekonomi mencapai Rp1,09 triliun pada tahun kedua proses ekstraksi geothermal. Sementara itu, jumlah tenaga kerja diperkirakan menurun 20.671 orang di tahun pertama dan 60.700 orang di tahun kedua. Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif CELIOS, dalam keterangannya mengatakan, “Kecenderungan proyek geothermal yang padat modal tidak terlalu membawa dampak berganda terhadap ekonomi lokal. Sebaliknya, bagi ekonomi lokal kehadiran geothermal sering dipandang sebagai penghambat produktivitas di sektor pertanian dan perikanan.” 

Hasil studi menunjukkan kehadiran PLTP di tahun pertama akan menurunkan produktivitas pertanian, perikanan, dan perkebunan, yang selama ini menjadi denyut nadi bagi perekonomian masyarakat khususnya di NTT. Sedangkan untuk tahun-tahun selanjutnya, semakin banyak sektor ekonomi yang akan terus menurun sebagai dampak dari proyek PLTP. “Sebaiknya kerjasama pendanaan internasional seperti JETP (Pendanaan Transisi Energi Berkeadilan) tidak memasukkan PLTP sebagai bagian dari rencana utama mencapai transisi energi. Secara ekonomi biaya investasi PLTP juga tergolong mahal dan berisiko membebani negara dari sisi subsidi listrik” ungkap Bhima.

Wishnu Try Utomo, Direktur Advokasi Pertambangan CELIOS mengungkapkan, “Kita luput menyadari bahwa perjalanan mengubah geothermal menjadi listrik didapat dari proses ekstraktif yang memerlukan sumber daya yang cukup besar. Restorasi ekologi harus dipandang sebagai bagian integral dari pengembangan sistem energi bersih dan terbarukan, mengingat kehancuran dan kerugian yang ditimbulkan oleh eksploitasi energi fosil selama ini. Oleh karena itu, pengadaan energi tidak boleh dijajah oleh kepentingan korporasi dan harus menempatkan masyarakat sebagai pengelola sekaligus penerima manfaat sumber dayanya,” pungkas Wishnu dalam paparannya.

Dalam acara ini, turut hadir Harris Yahya, Direktur Panas Bumi, Ditjen EBTKE (Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi). Menanggapi paparan terkait laporan ini, beliau menyatakan bahwa dalam konteks kesejahteraan bagi masyarakat di sekitar tapak, penting untuk adanya pengkajian yang lebih lanjut terkait pengelolaan hasil pendapatan dari PLTP bagi masyarakat lokal. Merespon pertanyaan soal merebaknya kasus keracunan gas di sekitar area PLTP, beliau menyatakan pentingnya penyelidikan lebih lanjut “kami sudah melakukan penyelidikan di area WKP (wilayah kerja panas bumi), namun kami memang belum melakukan penyelidikan di area-area di mana keluhan keracunan itu terjadi”.

Agung Raihan, salah seorang warga terdampak Proyek Geothermal Dieng, menyatakan pentingnya bahwa “Sebaiknya proyek ekstraksi energi, berbasis ekosentris bukan hanya melihat sesuatu yg berharga di bawah tanah, melainkan sesuatu yang hidup di atasnya juga menjadi bagian penting untuk dipertimbangkan”. 

Sebagai penutup, Fanny Tri Jambore Christanto, Kepala Divisi Kampanye Walhi Nasional, menuturkan, “Mengganti sumber energi kotor yang dikendalikan oleh pemodal dengan sumber energi ‘berkelanjutan’ yang melayani kepentingan pencarian keuntungan yang sama juga bukanlah hal yang ingin kita tuju. Dari yang kita lihat pada operasi-operasi geothermal yang ada, tidak menunjukkan perbedaan fundamental dalam tata kelola energi untuk bisa kita sebut ini sebagai bagian dari transisi energi berkeadilan. Karena selain masih bercorak eksploitatif, sistem energi geothermal juga berpotensi memperluas konflik agraria, dan meningkatkan ancaman kriminalisasi terhadap rakyat, selain ancaman-ancaman kebencanaan seperti resiko seismik, penurunan muka tanah dan perubahan bentang alam, kerusakan dan pencemaran sistem-sistem ekologi, serta masih timbulnya emisi gas rumah kaca” 

Contact Person:
Kiki- 0857-1158-9157

Laporan Bahasa Indonesia:
Laporan Dampak Geothermal CELIOS x WALHI 2024

English report:

Report on Geothermal Impact to Economy and Environment -CELIOSxWALHI 2024

Share:

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

On Key

Related Posts

China-Indonesia Monthly Brief: March 2024

PCINU China Facilitates Cultural Exchange with Ni Hao Ramadhan Events: Pengurus Cabang Istimewa Nadhlatul Ulama (PCINU) China recently organized the “Ni Hao Ramadan” activities across

China-Indonesia Monthly Brief: February 2024

Indonesia and China Discuss Strengthening Comprehensive Strategic Partnership: On February 3, 2024, Chinese Assistant Foreign Minister Nong Rong and Director General of Asia Pacific and