JAKARTA, 5 Desember 2024 – Komitmen Presiden Prabowo di KTT G20 Brasil untuk beralih dari pembangkit batubara dalam 15 tahun kedepan perlu segera diwujudkan. Estimasi kebutuhan pemensiunan PLTU batubara hingga 2050 diperkirakan sebesar Rp444 triliun. Tantangan terbesar dalam pemensiunan PLTU batubara adalah keterbatasan anggaran pemerintah. Kewajiban pembayaran bunga dan utang jatuh tempo tahun depan diperkirakan mencapai 45% dari total APBN, sehingga manuver untuk program transisi energi kian terbatas.
Disisi yang lain, negara maju dalam COP29 di Baku, Azerbaijan menyepakati skema NCQG (New Collective Quantified Goals) dimana negara maju berkewajiban membantu pendanaan US$300 miliar setara Rp4.800 triliun per tahun. Bantuan pendanaan ini diharapkan berbentuk skema diluar pinjaman baru, salah satunya adalah debt swap atau pertukaran utang.
Dalam rangka memberikan solusi percepatan pemensiunan PLTU batubara tanpa menganggu APBN, maka Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menerbitkan policy brief berjudul “Pertukaran Utang dengan Pemensiunan PLTU Batubara: Manuver Fiskal dalam Mendukung Ambisi Transisi Energi”. Laporan ini menawarkan solusi inovatif berupa skema pertukaran utang atau debt swap untuk memensiunkan PLTU batubara secara bertahap.
Bhima Yudhistira Adhinegara, Direktur Eksekutif CELIOS mengatakan bahwa skenario debt swap merupakan cara negara maju membayar utang iklim nya kepada negara berkembang seperti Indonesia. “Indonesia kan punya Rp94,8 triliun utang berbentuk pinjaman (loan) yang akan jatuh tempo pada 2025, dan utang ini kepada negara maju dan lembaga multilateral. Jadi, Menteri Keuangan dan Menteri ESDM bisa buka ruang negosiasi utang untuk ditukar menjadi dana pensiun PLTU batubara. Negara maju juga diuntungkan karena konsisten jalankan skema NCQG membayar utang iklim nya.” kata Bhima.
Sementara itu Bakhrul Fikri, Peneliti Ekonomi CELIOS menyatakan bahwa pembentukan tim khusus untuk membuka negosiasi debt swap dengan negara maju G7 baik dalam skema JETP (Just Energy Transition Partnership) maupun skema bilateral harus segera dimulai. “Komitmen transisi energi ambisius Presiden Prabowo bisa bertemu dengan skema pertukaran utang negara maju. Tindak lanjutnya adalah kementerian terkait dan PLN harus segera mengeluarkan peta jalan dan shortlist unit PLTU Batubara yang akan dipensiunkan. Studi CELIOS telah mensortir setidaknya ada 19 PLTU milik PLN yang bisa masuk dalam skema pertukaran utang, seperti PLTU Suralaya, Paiton dan Ombilin.” ujarnya.
Dalam implementasi debt swap untuk pemensiunan PLTU batubara, memang terdapat beberapa tantangan yang perlu dimitigasi. Salah satu tantangan adalah memastikan bahwa nilai dari utang yang bisa ditukar cukup signifikan. Pengalaman debt swap sebelumnya nilai utang yang bisa ditukar cukup kecil.
Pemilihan lembaga yang akan memonitor dan memverifikasi proyek juga diharapkan independen, tidak terkait dengan pihak kreditur. “Selain itu aspek transparansi kepada masyarakat yang terdampak dari PLTU batubara beserta kompensasi nya harus masuk dalam paket debt swap.” tutup Bhima.
- Potensi Rp94,8 triliun dari Tukar Utang untuk Pensiun PLTU Batubara
- Pertukaran Utang bisa Bantu Indonesia Percepat Transisi Energi Tanpa Bebani APBN
- Debt Swap Jadi Jalan Keluar Pemensiunan PLTU Batubara ditengah Keterbatasan APBN
- 19 PLTU Batubara Berpotensi jadi Objek Pertukaran Utang Pemerintah
*Laporan Studi CELIOS berjudul Pertukaran Utang dengan Pemensiunan PLTU Batubara dapat diunduh di website celios.co.id