BUKU ini bermula dari dokumen yang disusun dengan harapan dapat memicu perdebatan sehat di tengah masyarakat. Kami, sekumpulan penulis independen yang menaruh perhatian terhadap persoalan-persoalan ekonomi, sosial, dan lingkungan, kala itu menyebutnya buku kecil. Momen pengerjaannya adalah berlangsungnya pertemuan sejumlah organisasi masyarakat sipil di Yogyakarta pada pengujung Agustus 2023.
Latar belakang yang mendasari keputusan untuk membuatnya jelas: kita perlu semakin banyak aktor, termasuk politikus, anggota lembaga legislatif, dan kepala daerah, yang dapat berperan dalam menentukan arah pembangunan serta terbuka untuk gagasan-gagasan yang bukan business-as-usual. Problem kita, sebagai bagian dari umat manusia, sudah pada derajat yang menyangkut eksistensi kita di planet ini.
Gagasan tentang buku mini tersebut merunjung melalui sejumlah diskusi antara para penulis dan berbagai kalangan yang sepemikiran dan menaruh perhatian pada isu yang sama. Dalam forum-forum ini dibahas perihal bagaimana merespons aneka persoalan serius dalam perekonomian kita yang kian ekstraktif, yang hanya menguras sumber daya alam dan gagal mewujudkan janji-janji memberantas kemiskinan, mengurangi ketimpangan, menciptakan lapangan kerja, membiayai negara, dan memperbaiki kesejahteraan.
Setelah dokumen itu rampung serta dapat digunakan dengan baik, dan sedang dipikirkan langkah-langkah lanjutan untuk mendiseminasikan visi, cerita, dan pesan di dalamnya, Center of Economic and Law Studies (Celios) mengulurkan dukungan. Lembaga peneliti independen di bidang ekonomi dan kebijakan publik ini bersedia memegang hak pengelolaannya dan menerbitkannya sebagai buku.
Kata “buku”, sebagai format, penting digarisbawahi. Sebab dokumen yang kami hasilkan kala itu, secara fisik, berukuran layaknya majalah. Untuk menjadikannya berukuran buku yang umum, setengah dari ukuran majalah, ada pekerjaan baru menyangkut desain dan tata letak. Kami memutuskan tidak semata-mata melakukan penyesuaian; kami mau penampakan yang terasa baru.
Hal itu bukan satu-satunya yang kami lakukan, tentu saja. Kami menambahkan beberapa topik, untuk memperluas perspektif dan menguatkan pesannya, termasuk empat cerita tentang praktik baik.
Kami masih percaya, seperti halnya saat pertama kali mengerjakan naskah awalnya, bahwa cerita-cerita dalam buku ini sangat boleh jadi bisa dijumpai di penerbitan-penerbitan lain. Tapi penyertaannya di sini dilakukan dalam konteks yang sama sekali berbeda: bahwa apa yang terkandung di dalamnya, juga dalam cerita-cerita lain yang ditambahkan, sesungguhnya adalah panggilan darurat untuk mengerem upaya terus-menerus mencetak pertumbuhan dalam menjalankan perekonomian, melalui dominasi kegiatan ekstraksi dan eksploitasi sumber daya alam.
Dampak dari dominasi itu selama bertahun-tahun ikut menyumbangkan emisi yang besarannya tidak sepele (pada 2021 kita termasuk dalam sepuluh emitter terbesar). Kita juga telah mendegradasi sumber daya alam dan menipiskan keanekaragaman hayati kita yang tak ada duanya serta menimbulkan polusi yang di sejumlah kawasan menjadi yang terburuk, bukan saja di dalam negeri, melainkan juga di seantero jagat. Pendeknya, kita menjadi salah satu aktor penting di balik triple planetary crisis, fenomena yang dikemukakan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres berdasarkan laporan asesmen Intergovernmental Panel on Climate Change
Hanya berfokus pada kegiatan-kegiatan tersebut tanpa henti, padahal ada alternatif yang ramah terhadap bumi, yang adil, inklusif, dan menyejahterakan sekaligus memelihara dan menjaga sumber daya alam, juga menautkan lagi relasi manusia dengan alam, bakal membuat pandangan jadi seperti rabun dekat. Kita sibuk dengan tujuan jangka panjang tanpa menghiraukan bahwa kerusakan yang kita perbuat dalam jangka pendek adalah faktor yang niscaya menjadikan pencapaian tujuan itu percuma. Kita mungkin berhasil merealisasikan target-target masa kini tapi semuanya hanya akan sia-sia karena kondisi planet ini sudah tak layak huni.