Respon CELIOS terkait Rencana Kabinet Gemuk Prabowo-Gibran “Beban Fiskal, Minus Zaken Kabinet”

Jakarta, 17 Oktober 2024 – Dalam persiapan membentuk kabinet pemerintahan yang baru, Presiden terpilih Prabowo Subianto telah memanggil sejumlah calon menteri, wakil menteri, dan kepala badan untuk mengisi posisi strategis dalam pemerintahan mendatang. Langkah ini dianggap krusial untuk menentukan arah kebijakan dan jalannya pemerintahan dalam lima tahun ke depan.

Max Weber menekankan pentingnya meritokrasi dalam struktur pemerintahan, di mana orang-orang yang dipilih untuk memegang jabatan publik didasarkan pada kemampuan, keahlian, dan rekam jejak profesional mereka. Meritokrasi memastikan bahwa keputusan-keputusan penting diambil oleh individu-individu yang kompeten dan berpengalaman. Publik berharap bahwa pemerintahan baru ini akan dibentuk oleh individu-individu profesional yang mampu membawa perubahan positif dan efektif dalam tata kelola negara. Namun, kekecewaan mulai terasa di kalangan masyarakat karena beberapa nama yang muncul bukanlah sosok yang dikenal karena keahlian profesional mereka, melainkan lebih pada balas jasa politik pasca pemilu.

Analisis Celios menunjukkan bahwa mayoritas nama yang dipanggil mengisi kabinet berasal dari politisi dengan proporsi 55,6% atau 60 dari 108 kandidat. Proporsi profesional teknokrat hanya sebesar 15,7% atau 17 dari 108 calon. Kemudian disusul kalangan TNI/POLRI (8,3%), pengusaha (7,4%), tokoh agama (4,6%), dan selebriti (2,8%). Sayangnya, hanya 5,6 persen yang berasal dari kalangan akademisi.

Di antara kandidat berlatar politisi tersebut, terdapat 45 kandidat yang terafiliasi partai. Gerindra menguasai kabinet dengan proporsi mencapai 26,7% (12 orang), disusul Golkar sekitar 24,4% (11 orang), serta Demokrat, PAN, dan PKB yang mendapat jatah seragam 8,9% (4 orang).

Pengisian jajaran kabinet juga sarat dengan kepentingan balas budi politik yang memprioritaskan aktor-aktor sentral dalam Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran. Setidaknya terdapat 30 kandidat yang tercatat aktif dalam TKN mulai dari posisi pengarah, penasihat, ketua, sekretaris, bendahara, dewan pakar, hingga koordinator relawan kampanye. Secara akumulatif 72% dari jumlah kandidat merupakan pendukung Prabowo-Gibran dalam Pemilu 2024 kemarin. Kondisi 2 ini menunjukkan bahwa bagi-bagi kursi kabinet memang diperuntukkan sebagai ajang balas budi politik.

CELIOS juga mencatat bahwa kabinet yang mengisi posisi strategis tersebut juga tidak inklusif. Hanya ada 10 kandidat perempuan (9,3%) di antara 98 kandidat laki-laki yang mendominasi sekitar 90,7%.

Peneliti Celios, Galau D. Muhammad, mengatakan bahwa Pembagian jabatan ini tidak hanya menimbulkan kekecewaan secara moral, tetapi juga berpotensi menciptakan pemborosan anggaran yang signifikan. “Semakin banyaknya wakil menteri yang diangkat berarti akan meningkatkan belanja negara, termasuk gaji para staf pendukung, pengadaan mobil dinas, fasilitas kantor, hingga pembayaran gaji pensiun bagi menteri dan wakil menteri tersebut,” ujarnya. Semua tanggungan ini semakin memperparah kerentanan fiskal akibat jatuh tempo hutang dan turunnya penerimaan pajak.

Analisa Celios menunjukkan adanya potensi pembengkakan anggaran hingga Rp1,95 triliun selama 5 tahun ke depan akibat koalisi gemuk. Angka ini belum termasuk beban belanja barang yang timbul akibat pembangunan fasilitas kantor/gedung lembaga baru.

Achmad Hanif Imaduddin, Peneliti Celios, juga menyampaikan bahwa kerugian yang dihadapi negara akibat fenomena ini tidak hanya sebatas pada pemborosan fiskal tetapi juga memperlebar angka ketimpangan. “Meskipun gaji menteri relatif kecil dibandingkan jabatan lain, posisi ini dapat membawa dampak ekonomi yang luas, seperti kenaikan nilai saham perusahaan yang dimiliki oleh menteri yang dapat dilihat sebagai manfaat dari akses kekuasaan,” terangnya. Hanif menilai fenomena ini dapat menciptakan ketimpangan baru di masyarakat karena pejabat-pejabat tersebut mendapatkan keuntungan ganda dari posisi kekuasaannya.

Prabowo sebelumnya berargumen bahwa sebagai negara besar, Indonesia memerlukan banyak menteri untuk mengelola pemerintahan secara efektif. Namun, argumen ini perlu dipertimbangkan dengan melihat komparasi konteks internasional. Amerika Serikat, dengan populasi sekitar 346 juta orang, hanya memiliki 15 eksekutif departemen setingkat kementerian. Bahkan China sebagai negara dengan populasi terbesar di dunia yang mencapai lebih dari 1,4 miliar, hanya memiliki 21 kementerian. Sementara itu, Indonesia dengan populasi sekitar 275 juta memiliki 46 kementerian, jauh lebih banyak dibandingkan negara-negara tersebut. Fakta ini menunjukkan bahwa banyaknya jumlah menteri bukanlah cara untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan. Sebaliknya, justru berpotensi memperbesar birokrasi dan meningkatkan pemborosan anggaran negara.

Media Wahyudi Askar, Director of Fiscal Justice CELIOS mengatakan “Saat ini, proses rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tengah berlangsung, dengan tahapan seleksi yang ketat dan memakan waktu panjang untuk memastikan bahwa hanya individu dengan kompetensi terbaik yang diterima. Ironisnya, jabatan-jabatan strategis di tingkat pemerintahan, termasuk menteri dan wakil menteri, justru tampaknya tidak mengikuti prinsip meritokrasi. Alih-alih memilih berdasarkan keahlian dan rekam jejak profesional, jabatan tersebut kini cenderung dibagi-bagikan berdasarkan kepentingan politik, termasuk posisi wakil menteri yang dulu sering diisi oleh profesional kini diberikan kepada kader partai politik”.

Dalam upaya meminimalisasi pemborosan anggaran dan pengingkaran meritokrasi dalam penunjukan pejabat strategis, tidak ada jalan lain selain memperkuat mekanisme pengawasan anggaran dan transparansi dalam pengelolaan sumber daya publik. Penguatan fungsi lembagalembaga seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Mahkamah Agung (MA) menjadi penjaga terakhir untuk memastikan akuntabilitas. BPK juga perlu diberikan wewenang lebih untuk mengaudit penggunaan anggaran kementerian dan lembaga, termasuk menindaklanjuti proses legal penegakan.

Selain itu, KPK dan MA juga berperan penting dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu terhadap para pelanggar kebijakan anggaran dan pejabat yang menyalahgunakan wewenang. Sinergi kuat antar lembaga ini akan menjadi kunci dalam menciptakan pemerintahan yang bersih, efisien, dan berorientasi pada kepentingan rakyat. Apabila lembaga-lembaga ini juga lemah, negara bisa kehilangan arah.

Catatan: Estimasi ini adalah perhitungan sederhana dengan memperkirakan besaran anggaran jabatan tersebut belum termasuk biaya pembangunan fasilitas gedung baru. Angka yang lebih presisi dapat dihitung lebih detail setelah terbentuknya Kementerian yang baru. Tetapi setidaknya angka ini menggambarkan potensi pembengkakan anggaran yang berpotensi

memperberat APBN

CP: Media Wahyudi Askar (08118215000)

Recent Publications
Fiscal Justice
PEMANGKASAN ANGGARAN UNTUK KEADILAN FISKAL DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Digital Economy
Wajib Asuransi Kendaraan Bermotor TPL Solusi Atau Beban Baru Bagi Masyarakat?
Fiscal Justice, Just Energy Transition, Macro Economy, Strategic Litigation
RAPOR 100 HARI KABINET PRABOWO-GIBRAN: Kinerja, Tantangan, dan Harapan
Youtube Video

If you have missed out on our events, check out our YouTube to watch the full recording of them.