RAPOR 100 HARI KABINET PRABOWO-GIBRAN: Kinerja, Tantangan, dan Harapan

Evaluasi Kinerja Kabinet Merah Putih dan Program Ekonomi, Energi, Lingkungan Hidup serta Penegakan Hukum

Jakarta, 21 Januari 2025 –Kabinet Prabowo-Gibran resmi menyelesaikan 100 hari pemerintahan mereka pada 21 Januari 2025, seratus hari pertama bukan sekadar angka, melainkan penanda awal untuk menakar sejauh mana arah pemerintahan sudah dan akan berjalan. CELIOS melakukan studi evaluasi kinerja kabinet Prabowo Gibran. Berbeda dengan studi evaluasi kinerja pemerintah lainnya yang menggunakan masyarakat awam sebagai responden, studi CELIOS menggunakan survei berbasis expert judgment.

Panelis terdiri dari 95 jurnalis dari 44 lembaga pers kredibel yang memiliki wawasan mendalam tentang kinerja pemerintah. Para jurnalis dipilih karena mereka memiliki akses langsung dan kemampuan untuk mengamati kinerja pejabat publik secara rutin, serta menganalisis hasil dari kebijakan dan program pemerintah.

Hasil studi CELIOS menunjukkan bahwa Prabowo Subianto memperoleh rapor 5 dari 10, sementara Gibran Rakabuming Raka mendapat rapor sangat rendah, yakni 3 dari 10. Sebagian besar responden menilai pencapaian program kerja dan kualitas komunikasi yang tidak memuaskan.

Studi CELIOS mengungkapkan bahwa beberapa menteri memperoleh penilaian buruk, dengan Natalius Pigai (Menteri HAM), Budi Arie Setiadi (Menteri Koperasi), Bahlil Lahadalia (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral), Raja Juli Antoni (Menteri Kehutanan) dan Yandri Susanto (Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal) sebagai yang tercatat dengan angka terendah dalam hal kinerja. Penilaian ini menunjukkan perlunya penataan ulang dan potensi reshuffle di beberapa posisi kementerian untuk memperbaiki arah kebijakan pemerintahan.

Sebanyak 74% responden menilai janji politik hanya sebagian yang berhasil sementara sebagian lainnya tidak terlaksana. Capaian program juga dinilai kurang optimal (37%) dan rencana kebijakan tidak sesuai dengan kebutuhan publik (34%). Tata kelola anggaran dalam kabinet juga mendapat penilaian buruk dengan 52% responden menilai hal tersebut sangat mengecewakan.

Studi CELIOS juga mengungkapkan tantangan besar yang dihadapi kabinet ini termasuk kurang efektifnya kolaborasi antar lembaga (46%) dan minimnya intervensi di sektor ekonomi (31%). Banyak pihak yang menilai bahwa kabinet perlu melakukan perombakan dan pergeseran menteri, dengan 88% responden menyatakan perlu dilakukan reshuffle pada 6 bulan pertama.

Evaluasi juga menunjukkan bahwa terdapat persoalan dalam reformasi TNI dan kinerja Polri yang jauh dari harapan. Masyarakat menuntut transparansi dan profesionalisme lebih tinggi di kedua institusi ini.

Media Wahyudi Askar, Direktur Kebijakan Publik CELIOS mengungkapkan bahwa “Prabowo-Gibran harus segera melakukan evaluasi mendalam terhadap kinerja menteri-menteri terkait pola komunikasi dan memperbaiki kebijakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan publik. Banyak Menteri yang bermanuver sendiri, sekedar melontarkan ide tapi tidak memahami regulasi. Sampai saat ini, bahkan masih ada kementerian yang belum juga melantik pejabat eselonnya dan sebagian Menteri sibuk sendiri dan tidak mengurusi transisi kelembagaan di internal kementerian”, ujarnya.

Sementara itu Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan bahwa kinerja tim ekonomi yang belum memuaskan membuka jalan perombakan total. “Indikator ekonomi seperti tren meningkatnya imbal hasil surat utang pemerintah dengan performa yang memburuk dibanding negara lain di kawasan, performa IHSG yang turun 5,82% dalam 3 bulan terakhir, PHK di sektor padat karya, dan pelemahan daya beli yang berlanjut jadi rapor merah tim ekonomi Prabowo.” Kata Bhima.

Ia juga menyayangkan pembantu Presiden yang tidak memiliki persiapan matang dalam menghadapi era Trump yang ke-2. “Padahal tantangan proteksionisme Trump harus direspon melalui langkah menarik relokasi pabrik dari AS maupun China, tapi mengurus Apple saja sampai sekarang belum berhasil menjadi realisasi investasi. Koordinasi antar kementerian di 100 hari pertama buruk ya.” imbuh Bhima.

Risiko Trump yang belum diantisipasi terkait dengan dicabutnya mandat pengembangan EV (kendaraan listrik) yang mempengaruhi harga nikel, tembaga dan bauksit di pasar internasional. “Sejauh ini Menteri ESDM belum melakukan pembatasan produksi nikel dan penghentian pembangunan smelter nikel yang sudah kelebihan pasokan. Kenapa tidak diambil regulasi yang tegas soal pembatasan produksi nikel untuk lindungi harga di pasar internasional?” tanya Bhima.

Dari sektor energi dan lingkungan hidup, Menteri ESDM belum tegas merilis PLTU mana saja yang akan dimatikan pada 2025, padahal Prabowo sudah berucap komitmen pemensiunan PLTU di forum G20 Brasil. Menteri Kehutanan juga blunder ketika mendorong 20 juta hektar hutan untuk cadangan pangan dan energi. “Antara masalah energi, pangan dan lingkungan hidup ada kegagalan membaca situasi. Swasembada energi seharusnya tidak bertolak belakang dengan konservasi hutan. Kalau hutan makin hilang misalnya demi co-firing PLTU (campuran cacahan kayu), Indonesia bakal dikecam dunia internasional dan menurunkan dukungan pembiayaan global untuk konservasi hutan sekaligus transisi energi. Jelas instruksi Prabowo tidak berhasil diturunkan menjadi program implementatif yang berkualitas” sahut Bhima.

Muhamad Saleh, peneliti hukum dari CELIOS, menilai bahwa “performa Hukum dan HAM dalam pemerintahan Prabowo-Gibran” belum menunjukkan kinerja yang baik. “Terdapat lima sorotan utama. Wacana pengampunan koruptor, agresivitas aparat kepolisian, multifungsi TNI, stagnasi kualitas HAM dan kebebasan sipil, ketidakefektifan regulasi dan birokrasi. Masalah ini menjadi alasan utama publik memberikan penilaian buruk terhadap kualitas menteri.” kata Saleh

Lebih lanjut Saleh memaparkan dalam hal efektivitas regulasi dan birokrasi, misalnya, selama 100 hari,  Prabowo lebih sibuk dengan aturan organisasi dan kelembagaan. Sebanyak 80 UU disahkan untuk pembentukan daerah, 68 Perpres untuk organisasi kementerian, 1 Perpres terkait APBN, dan hanya 1 PP yang secara substansi berkaitan dengan penghapusan utang nelayan dan petani. Secara keseluruhan, masyarakat mengharapkan adanya perbaikan nyata dalam tata kelola anggaran, kualitas kepemimpinan, serta pencapaian program-program prioritas yang lebih optimal. “Evaluasi pencapaian 100 hari ini dapat dimanfaatkan oleh Presiden Prabowo Subianto untuk berbenah agar pemerintahan ini dapat memberikan hasil yang lebih baik bagi rakyat Indonesia.” tutup Saleh.

Recent Publications
Just Energy Transition
Nexus Ambisi Nilai Tambah dan Tata Kelola Hilirisasi Tembaga Bauksit di Indonesia
Fiscal Justice
Laporan MBG Celios
Strategic Litigation
PSN Menggerus Otonomi Khusus dan Hak Orang Asli Papua
Youtube Video

If you have missed out on our events, check out our YouTube to watch the full recording of them.