Press Release: Momen Lebaran 2025 Hasilkan PDB Rp140,7 triliun Turun 16,5% dibanding Tahun 2024

CELIOS: Momen Lebaran 2025 Hasilkan PDB Rp140,7 triliun Turun 16,5% dibanding Tahun 2024

Daya Beli masih Lesu, CELIOS: Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I 2025 maksimal hanya 5,03 persen

CELIOS: Konsumsi Ramadhan dan Lebaran tidak Membantu Banyak terhadap Daya Beli Masyarakat

Jakarta-28 Maret 2025. Tahun 2025 bisa menjadi tahun yang menantang bagi masyarakat Indonesia di tengah tekanan ekonomi yang cukup berat. Salah satu alasannya adalah masih masifnya pemutusan hubungan kerja (PHK) di dua bulan awal tahun 2025. Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat ada 18.610 orang yang terkena PHK dari Januari hingga Februari 2025. Jumlah tersebut naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun 2024. Bahkan, jika mengacu data KSPI, sudah ada 60.000 buruh di PHK dari 50 perusahaan.

Kondisi PHK yang masif membuat kinerja konsumsi melemah, dengan salah satu indikatornya adalah Indeks Keyakinan Konsumen. Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, menyampaikan “Pada Januari 2025, terjadi penurunan IKK hingga 0,4 persen (month-to-month) dibandingkan IKK Desember 2024. Situasinya cukup anomali. Jika kita mengacu pada periode 2022 hingga 2024, biasanya terjadi kenaikan IKK di bulan Januari karena ada optimisme konsumen di awal tahun. Kondisi keyakinan konsumen melemah juga terjadi di bulan Februari 2025.”

Data lainnya juga menunjukkan hal yang serupa dimana ada penurunan angka IPR (Indeks Penjualan Riil) pada Januari 2025. “Pada Desember 2024, angka IPR sebesar 222 poin dan angka IPR turun menjadi 211,5 di Januari 2025. Jika kita tengok pergerakan di Desember 2023 ke Januari 2024 masih bergerak positif. Artinya, konsumen yang tidak yakin akan perekonomian tahun 2025, mendorong penjualan eceran kita juga turun. Akibatnya, daya beli masyarakat kian terperosok di awal tahun 2025.” Imbuh Huda.

Dengan kondisi tersebut Huda menyampaikan bahwa perputaran uang di momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri akan melemah dibandingkan dengan tahun lalu. “Tambahan Jumlah Uang yang Beredar (JUB) dalam artian sempit (M1) di momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 2025, akan melemah sebesar -16,5 persen dibandingkan momen yang sama di tahun 2024. Tambahan uang beredar hanya di angka Rp114,37 triliun. Sedangkan tahun 2024, tambahan uang beredar ketika momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri mencapai Rp136,97 triliun.” imbuh Huda.

Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, menambahkan dengan penurunan tambahan uang beredar di momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri tahun ini, maka berdampak pada pembentukan PDB secara nasional yang tidak optimal. “Berdasarkan modelling yang dilakukan CELIOS pada tahun 2024, tambahan PDB akibat adanya momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri mencapai Rp168,55 triliun. Sedangkan tahun 2025 hanya Rp140,74 triliun atau turun 16,5%. Sedangkan keuntungan pengusaha hanya Rp84,19 triliun, jauh di bawah tambahan pendapatan tahun lalu yang mencapai Rp100,83 triliun.” ungkap Bhima.

Indikator lain yang memotret pelemahan daya beli masyarakat adalah menurunnya porsi simpanan perorangan yang hanya mencapai 46,4% terhadap total DPK (Dana Pihak Ketiga). Hal ini tidak pernah terjadi di awal pemerintahan sebelumnya. Pada awal periode Jokowi-JK, simpanan perorangan porsinya 58,5% dan Jokowi-Amin sebesar 57,4%. Merosotnya porsi tabungan perorangan, mengindikasikan masyarakat cenderung bertahan hidup dengan menguras simpanan, karena upah riil terlalu kecil, tunjangan berkurang, dan ancaman PHK masih berlanjut.

“Dengan berbagai indikator perekonomian tersebut, CELIOS memperkirakan pertumbuhan ekonomi triwulan I tahun 2025 hanya 5,03 persen (year-on-year). Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2024 yang mencapai 5,11 persen.” lanjut Bhima.

Perkiraan pertumbuhan memperhitungkan dampak dari momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 2025 yang secara siklus mendorong konsumsi rumah tangga lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2024. “Namun, faktor seasonal yang di ikuti pembagian THR tetap tidak mampu membuat ekonomi tumbuh lebih tinggi. Bahkan dikhawatirkan ekonomi bakal melambat paska lebaran, karena tidak ada lagi motor penggerak konsumsi yang signifikan. Belanja pemerintah yang sedang efisiensi besar-besaran juga berpengaruh ke consumer confidences. Pelemahan kurs rupiah juga menambah kehati-hatian dari masyarakat untuk membelanjakan uangnya” tutup Bhima.

Narahubung:

Nailul Huda (+62 95742232974)

Recent Publications
Just Energy Transition | Strategic Litigation
How Much Is Society Losing from Diluted Pertamax? A Summary of Public Complaints & Consumer Loss Modeling
China Indonesia Relations
The Fallout of PT Gunbuster Nickel Industry Closure: How Danantara Can Save Indonesia’s Critical Minerals
Fiscal Justice | Sustainable Finance
Building a Restorative Economy in Villages: A Solution to Combat the Illusion of Self-Sufficiency
Videos

If you have missed out on our events, check out our YouTube to watch the full recording.