Outlook Ekonomi Digital 2025

Jakarta – Transformasi digital yang pesat telah membawa perubahan besar dalam berbagai sektor kehidupan, terutama dalam perekonomian global. Ekonomi digital kini menjadi salah satu pilar utama dalam pembangunan ekonomi suatu negara, mempengaruhi cara bisnis yang dilakukan, menciptakan lapangan pekerjaan baru, serta membuka peluang baru dalam berinovasi dan berkolaborasi. Studi terbaru CELIOS yang berjudul Indonesia Digital Economy Outlook 2025 memberikan proyeksi keadaan ekonomi digital mendatang serta menguak tantangan yang perlu dimitigasi agar membuka peluang lebih besar dalam pertumbuhan ekonomi digital Indonesia.

Nailul Huda, Direktur Ekonomi CELIOS, memproyeksikan pertumbuhan sektor ekonomi digital pada tahun 2025, mencakup perdagangan daring, transportasi online, pembayaran digital, peminjaman digital, dan online travel. Penghitungan proyeksi tersebut menggunakan model ARIMA. Model tersebut efektif dalam menangkap struktur temporal data seperti untuk memprediksi PBD dan indikator ekonomi lainnya.

Dalam perhitungan tersebut, Nailul Huda menemukan bahwa sektor perdagangan daring atau e-commerce pada tahun 2024 mengalam kenaikan sebesar 3% atau setara dengan Rp468,6 triliun dibandingkan tahun 2023 dengan nilai transaksi hanya Rp453,7 triliun. Namun, Nailul Huda menambahkan bahwa “Sayangya, pada tahun 2025 mendatang, sektor perdagangan daring diprediksikan hanya meningkat 0,5 persen menjadi Rp471 triliun. Keadaan ini disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat dan potensi kenaikan tarif PPN yang membuat masyarakat menahan daya beli”.

Dalam sektor transportasi daring, Nailul Huda mengungkapkan bahwa “sektor transportasi online menunjukkan pemulihan yang konsisten, dengan peningkatan bertahap hingga mencapai Rp 12,66 triliun pada 2025 (proyeksi)”. Nailul Huda menambahkan bahwa peningkatan nilai transaksi ini juga terus berpotensi membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat serta menunjukkan optimisme terhadap potensi pasar sektor digital. Di sisi lain, sektor online travel juga terus mengalami peningkatkan. Pada tahun 2025 Nailul Huda menyatakan bahwa sektor ini diproyeksikan akan bernilai Rp12,37 triliun atau meningkat sebesar 5,10% dari tahun 2024 yang hanya mencapai Rp11,77 triliun.

Sektor pembayaran digital di Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan signifikan. Pada tahun 2025, Nailul Huda menyatakan bahwa nilai transaksi pembayaran digital diproyeksikan mencapai Rp2.908,59 triliun, meningkat tajam dari Rp2.491,68 triliun pada tahun 2024, atau sekitar 16,73%. Dalam perhitungan pinjaman daring, penyaluran pembiayaan pinjaman daring di Indonesia menunjukkan pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2021, nilai transaksi pembiayaan tercatat sebesar Rp153,35 triliun, naik signifikan dari Rp74,41 triliun pada 2020. Nailul Huda, Direktur Ekonomi CELIOS, mencatat bahwa peningkatan ini didorong oleh adopsi teknologi finansial dan kebutuhan pembiayaan yang tinggi selama pandemi COVID-19. Namun, proyeksi ke depan menunjukkan pertumbuhan yang lebih meningkat signifikan, dengan Lending Book diperkirakan mencapai Rp365,70 triliun pada 2025.

Rani Septya, Peneliti Ekonomi Digital CELIOS, menambahkan bahwa peningkatan ini mencerminkan kepercayaan yang semakin besar terhadap layanan pinjaman digital yang diperkuat oleh penetrasi teknologi, regulasi yang mendukung, serta kolaborasi antara lembaga keuangan tradisional dan platform fintech. Namun, ia mengingatkan bahwa tantangan, seperti potensi risiko kredit dan ketergantungan pada teknologi, perlu diatasi untuk memastikan keberlanjutan dan stabilitas sektor pembiayaan digital di masa depan.

Di sisi lain, Dyah Ayu juga menyoroti keadaan ekonomi digital Indonesia yang menghadapi tantangan signifikan, termasuk penurunan investasi yang menyebabkan tingginya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), dikenal sebagai “tech winter”. Dyah menambahkan bahwa “Penurunan daya tarik investasi terlihat dari penurunan kontribusi Indonesia terhadap total investasi digital Asia Tenggara, dari 38% pada 2020 menjadi 25% pada paruh pertama 2022, meskipun masih menjadi destinasi terbesar kedua setelah Singapura”. Persaingan regional semakin ketat dengan munculnya Vietnam dan Filipina sebagai alternatif investasi digital yang menarik, didukung oleh stabilitas regulasi, pertumbuhan ekonomi digital, dan penetrasi teknologi.

Rani Septya juga menambahkan bahwa tantangan lainnya juga hadir dari segi kesiapan sumber daya manusia di Indonesia dalam menyambut kemajuan teknologi dan optimalisasi peluang ekonomi digital. Sayangnya, CELIOS menemukan bahwa skor Human Capital Index (HCI) yang tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia, Thailand, dan China. Dengan skor 0.54 pada tahun 2020, jauh di bawah Vietnam (0.69) dan negara lainnya, Indonesia menunjukkan stagnasi dalam peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan tenaga kerja. Disamping itu, nilai Global Digital Competitiveness Index Indonesia masih di bawah negara Thailand, Malaysia, dan Singapura. Masih rendahnya kualitas modal manusia ini menghambat daya saing Indonesia di pasar global dan menuntut upaya yang lebih besar dalam memperkuat sistem pendidikan serta pengembangan keterampilan untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja modern.

Rani Septya menuturkan “Bahwa hingga Juli 2024, penyaluran pinjaman di luar Pulau Jawa baru mencapai Rp188,45 triliun, jauh tertinggal dibandingkan Pulau Jawa yang mencapai Rp737,31 triliun”. Rani menjelaskan “Ketimpangan ini disebabkan oleh infrastruktur digital yang belum merata, rendahnya literasi keuangan dan digital di luar Jawa, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap informasi dan edukasi terkait fintech. Selain itu, tingkat urbanisasi, gaya hidup yang lebih konsumtif, dan kemudahan akses internet di Pulau Jawa turut memperbesar kesenjangan dalam penyaluran pinjaman daring”. Pertumbuhan ekonomi digital juga tidak terlepas dari kejahatan yang mengintai. Nailul Huda mengungkapkan bahwa saat ini, nilai National Cyber Security Index Indonesia berada pada peringkat ke-48 dari 176 negara dengan skor 63,64, di bawah rata-rata global yang mencapai 67,08 poin. Nailul Huda menambahkan bahwa keadaan tersebut mengindikasikan walaupun pengesahan regulasi, pembentukan badan pengawas keamanan siber, dan adopsi teknologi baru seperti blockchain, tetapi masih adanya infrastruktur keamanan siber yang belum merata, serta tingginya insiden serangan siber di media sosial, perdagangan daring, dan institusi keuangan memperburuk situasi keamanan data di Indonesia.

Recent Publications
Fiscal Justice
PEMANGKASAN ANGGARAN UNTUK KEADILAN FISKAL DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Digital Economy
Wajib Asuransi Kendaraan Bermotor TPL Solusi Atau Beban Baru Bagi Masyarakat?
Fiscal Justice, Just Energy Transition, Macro Economy, Strategic Litigation
RAPOR 100 HARI KABINET PRABOWO-GIBRAN: Kinerja, Tantangan, dan Harapan
Youtube Video

If you have missed out on our events, check out our YouTube to watch the full recording of them.