China-Indonesia Provincial Index edisi kedua merupakan kajian pionir yang secara sistematis memetakan kehadiran China di berbagai provinsi di Indonesia sepanjang 1 Agustus 2024–1 Agustus 2025. Melanjutkan riset perdana tahun sebelumnya, edisi ini menunjukkan bahwa pengaruh China tidak hanya bertahan, tetapi juga meluas ke lebih banyak provinsi, sektor, dan struktur pemerintahan lokal.
Laporan ini menempatkan tren tersebut dalam konteks era politik baru di bawah Presiden Prabowo Subianto, di mana keberlanjutan industrialisasi, hilirisasi, dan pembangunan infrastruktur berjalan seiring dengan perubahan lanskap geopolitik. Dari pusat-pusat pengolahan nikel di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara; proyek energi di Bengkulu dan Sumatera Selatan; hingga hubungan kultural di Bali, Jawa Timur, dan Jawa Barat—keterlibatan China menunjukkan keluasan geografis sekaligus keragaman sektoral.
Namun, semakin menguatnya pijakan ini juga memicu perdebatan mengenai migrasi tenaga kerja, keberlanjutan lingkungan, kedaulatan, dan ketergantungan ekonomi lokal—isu-isu yang sangat relevan dengan agenda nasionalis Prabowo.
Disusun dalam tiga bagian, Index ini menyajikan:
- Temuan agregat dan sektoral dalam delapan domain keterlibatan.
- Analisis tingkat provinsi yang menyoroti peluang sekaligus friksi di lapangan.
- Dasbor ekonomi untuk perbandingan berbasis data di seluruh nusantara.
Dengan memetakan strategi provinsial China, laporan ini memberi bekal bagi para pembuat kebijakan, peneliti, dan publik untuk memahami secara berbasis bukti bagaimana pengaruh Beijing merestrukturisasi wilayah-wilayah Indonesia—melampaui Jakarta, hingga ke jantung ekonomi, masyarakat, dan institusi lokal.
The 2025 China–Indonesia Provincial Index is the second edition of a pioneering study that systematically maps China’s presence across Indonesia’s provinces between 1 August 2024–1 August 2025. Building on last year’s inaugural research, this edition reveals how Chinese influence has not only persisted but expanded across more provinces, sectors, and local governance structures.
The report situates these trends within Indonesia’s new political era under President Prabowo Subianto, where continuity in industrialization, downstreaming, and infrastructure expansion meets a shifting geopolitical landscape. From nickel hubs in Central Sulawesi, Southeast Sulawesi, and North Maluku, to energy projects in Bengkulu and South Sumatra, and cultural linkages in Bali, East Java, and West Java, China’s engagement demonstrates both geographical breadth and sectoral diversity.
Yet, the deepening foothold also raises debates around labor migration, environmental sustainability, sovereignty, and local economic dependence—issues that resonate strongly under Prabowo’s nationalist agenda.
Structured in three parts, the Index provides:
- Aggregate and sectoral findings across eight domains of engagement.
- Provincial-level analysis highlighting opportunities and frictions on the ground.
- Economic dashboards for data-driven comparisons across the archipelago.
By mapping China’s provincial strategy, this report equips policymakers, researchers, and the public with an evidence-based understanding of how Beijing’s influence is reshaping Indonesia’s regions—beyond Jakarta, into the very fabric of local economies, societies, and institutions.