Search

Pembangunan Terminal LNG Bali untuk Siapa?

Sabtu, (4/3/2023)-Denpasar, Bali. CELIOS menjadi salah satu narasumber dalam diskusi yang diselenggarakan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Bali bertajuk “Polemik Terminal LNG: Mengenal Hak dan Kewenangan Pemegang Saham Dalam Berbisnis. Saham Kosong 20% dan Minoritas Bisa Apa?”  di Kubu Kopi Jl. Hayam Wuruk Denpasar.

Selain CELIOS, pihak penyelenggara WALHI mengundang perwakilan Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup (KEKAL) Bali.

Hadir sebagai pembicara yakni Direktur Celios Bhima Yudhistira, Wishnu Utomo selaku Peneliti Celios dan I Wayan Adi Sumiarta, S.H., M.Kn yang menjabat sebagai Ketua Komite Kerja Advokasi Lingkungan (KEKAL) Bali.

Bhima Yudhistira Direktur Celios mengatakan bahwa rencana proyek Terminal LNG di Pesisir Sanur sebenarnya janggal. Pertama, melihat dari komposisi saham Perusda yang hanya 20% itupun berupa hutang dan minoritas, jadi Perusda tidak memiliki kewenangan untuk mengambil ataupun menentukan keputusan strategis atas pembagian dividen saham proyek terminal LNG nantinya. “Jelas tidak bisa menentukan Bali mendapat keuntungan yang pasti dan Perusda mendapat laba terjamin sebab saham Perusda itu hanya saham minoritas yang tidak bisa menentukan kebijakan.” Jelasnya.

Kedua, terjadi kebingungan di publik apakah proyek terminal LNG merupakan proyek swasta atau pemerintah. Ini cukup mempengaruhi transparansi proyek, padahal jelas ada keterlibatan perusda yang modal awalnya berasal dari anggaran daerah.

Lebih lanjut Wishnu Utomo menyebut apabila tujuan kebijakan pembangunan terminal LNG (Liquified Natural Gas) yang akan di bangun di perairan Sanur disebut sebagai energi bersih ternyata terpatahkan. Sebab LNG bukan energi bersih, dan LNG ini termasuk energi fosil dengan proses yang berisiko bagi lingkungan hidup.

Jadi LNG ini merupakan energi kotor, sebab bersumber dari fosil, serta dalam operasionalnya terdapat bauran metana yang lebih bahaya daripada karbondioksida. LNG adalah solusi palsu dari transisi energi.” pungkasnya.

Selanjutnya I Wayan Adi Sumiarta S.H., M.Kn, menjelaskan bahwa dalam fakta persidangan terungkap terkait kepemilikan saham PT. DEB selaku pemrakarsa proyek Terminal LNG Perumda Bali hanya memiliki 20%, dan didominasi oleh perusahaan swasta yakni PT. Padma Energi Indonesia sebesar 80% saham.

Selain itu ternyata saham Perumda merupakan pinjaman alias hutang dari PT. Padma. “Jadi ini merupakan saham kosong bahkan didapat dari hutang”, Tandasnya.

Saham kosong atau hutang tersebut nantinya akan dikembalikan lewat dividen. Jika dalam bisnisnya memperoleh keuntungan akan ada dividen, namun jika sebaliknya rugi maka akan terjadi skema dilusi saham yang dimana saham Perusda akan menjadi berkurang bahkan mencapai nol persen karena tidak bisa injeksi modal sehingga saham yang sebelumnya diperoleh dari hutang yang dipinjam dari PT PADMA akan terus menurun sehingga berisiko sepenuhnya akan dimiliki oleh swasta.

Lebih jauh, Adi Sumiarta menduga bahwa saham kosong senilai 20% tersebut merupakan barter atas fasilitas dari Pemprov Bali berupa perangkat kebijakan untuk pembangunan Terminal LNG agar lolos dan fasilitas pemberian lahan untuk Terminal LNG. “Kuat dugaan ini saham kosong dibarter oleh berbagai kebijakan untuk meloloskan pembangunan tersebut. “, Tegasnya.

Share:

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

On Key

Related Posts

China-Indonesia Monthly Brief: March 2024

PCINU China Facilitates Cultural Exchange with Ni Hao Ramadhan Events: Pengurus Cabang Istimewa Nadhlatul Ulama (PCINU) China recently organized the “Ni Hao Ramadan” activities across

China-Indonesia Monthly Brief: February 2024

Indonesia and China Discuss Strengthening Comprehensive Strategic Partnership: On February 3, 2024, Chinese Assistant Foreign Minister Nong Rong and Director General of Asia Pacific and